KISAH MAHABHARATA PANGERAN SAKUNI
Kisah ini diadopsi dari epos besar Mahabharata. Pangeran Sakuni adalah seorang pangeran yang berasal dari Kerajaan Gandara (sekarang Afganistan) sebuah kerajaan yang sangat indah pada masa itu sampai saat ini. Sakuni seorang pangeran yang lemah, tidak memiliki keahlian dalam menggunakan senjata, namun memiliki kecerdikan dalam hal tipu-muslihat yang tiada tandingan di jagadraya. Belajar dari karakter Pangeran Sakuni, berharap agar orang dapat lebih awal dapat mengantisipasi hal-hal buruk dari daya rusak tipu-muslihat.
JMA I Ketut Puspa Adnyana
12/26/20254 min read
Bagian 1
Lapangan yang ditata rapi dengan taman diberbagai sudut ditumbuhi berbagai bunga dan perdu warna warni membuat keindahan dan nuansa yang memaukai; asri. Namun berubah dalam sekejap menjadi tempat yang mengerikan. Suara jerit masih terdengar bersamaan dengan semburan darah, prajurit yang terkena panah atau sabetan pedang. Bumi seperti dilanda banjir darah, memerah. Bau amis mengundang srigala dan burung bangkai. Suasana mencekam mengharu biru. Matahari telah memerah memancarkan warna keemasan. Tampak dimana mana bergelimpangan tubuh tanpa nyawa dengan ekpresi yang menakutkan. Seseorang yang tampak sepuh, perkasa dan kokok berdiri menatap seluruh lapangan di atas kereta yang megah. Ia beberapa kali mendesah: “Engkau seharusnya tidak melawan Paduka, maafkan aku, karena ini tugasku”. Lalu kereta itu bergerak menuju bangunan Utama, tempat tinggal raja.
Terdengar himpitan yang mencekam ketika langkah langkah keras memasuki ruangan. Anak itu bersembungi di bawah kolong tempat tidur raja yang besar. Di sebuah kursi yang memancarkan aura kewibawaan duduk seorang perempuan terikat. Ia memngangkat kepalanya dan berkata: “Paduka bunuhlah Aku, engkau penguasa seleruh jagadraya ini”. Sosok tua dan perkasa itu tiada lain pelindung Hastinapura Pangeran Bhisma, yang disebut juga Pangeran Dewabharata. Ia menahan langkahnya dan berdiri di depan perempuan yang tiada lain adalah Puteri Gandara: Dewi Gandari.
Bhisma mengangkat tangannya ke atas seolah olah merestui: “Aku melakukan karena tugasku puteri. Engkau adalah calon memantu Hastinapura. Maafkan pamanmu ini bila membuat hatimu gelisah atas kehancuran yang terjadi”. Lalu Bhisma membuka ikatan Dewi Gandari dan menuntunnya ke seekor kuda yang telah disiapkan. Mereka siap berangkat ketika terdengar bunyi sesuatu yang bergerak di bawah kolong. Hati Dewi Gandari berdesir, karena takut bila adiknya Pangeran Sengkuni tertangkap dan dibunuh Bhisma. Sakuni baru berumur 5 tahun, dan memegang boneka yang melenting ketika ia menggigil sehingga menimbulkan suara
Bhisma menghentikan langkahnya dan menuju ke pembaringan dan mendongak ke kolong. Ia melihat sosok mungil yang mengigil lalu mengulurkan tangannya. Bocah itu keluar dan menatap wajah Bhisma dengan pandangan yang menikam hati. Bhisma memahami makna tatapan itu, yang akan mendatangkan bencana dikemudian hari. Namun di hadapan seorang puteri, Bhisma tidak mau melakukan kekerasan. Bocah itu kemudian ia gendong dan bawa ke keretanya. Gandari naik ke atas kuda dan rombongan itu kemudian bergerak. Terdengar tangisan dan raungan yang semakin samar samar. Dewi Gandari mengusap air matanya yang terakhir, kemudian dengan tegar menerima nasibnya. Sesekali ia menoleh dan menatap adiknya, kemudian menunjukan wajah bersyukur. Namun Sengkuni selalu menunjukkan kebenciannya.
Hastinapura berbenah sepanjang jalan, kota menjadi terang benderang, dimana-mana nampak karangan bunga yang indah. Penduduk kota Hastinapura berjajar sepanjang jalan dan menyaksikan kedatangan Pangeran Bhisma yang Agung disertai Dewi Gandari yang sangat jelita dan anggun, meskipun nampak lusuh. Pesona Puteri Gandara tersebut, memikat hati rakyat. Sepanjang jalan terdengar seruan atas keberhasilan Bhisma memboyong sang dewi. Dewi Gandari sadar, bahwa apa yang terjadi adalah titah Sang Pencipta, karena itu ia harus selalu bersyukur. Gandari juga sadar bahwa Hastinapura adalah sebuah kerajaan besar dan termasyur, menguasai seluruh negeri bahkan dunia. Kekayaan yang melimpah dan kerajaan kerajaan taklukan yang patuh. Ia sadar juga bahwa ia akan menjadi permaisuri dari pemimpin kerajaan besar ini. Gandari menyadari ia akan berada dalam kedudukan yang tinggi. Namun hatinya tetap mengharu biru, wajah ayahnya dan seluruh kerabatnya yang membuat ia sedih. Atas bimbingan dan pujannya pada Dewi Durga, Uma Dewi, Dewi Gandari sesekali menunjukkan senyumnya, nampak kecantikan dan kejelitaan yang tiada tara.
Pangeran Sengkuni memperoleh kamar yang serba indah, layaknya putera raja. Ia duduk di sebuah kursi dan memandangi sekeliling serta memegangi boneka yang dipegangnya. Berbagai macam mainan disediakan dan makan yang lezat. Bhisma sangat menyayangi Sengkuni, dan memberikan berbagai pelajaran tentang Veda. Sengkuni anak yang cerdas dan cepat mampu menyesuaikan diri. Bhisma juga mengajari sengkuni ilmu kanuragan dan menggunakan berbagai senjata. Tidak lami kemudian Pangeran Sengkuni menjadi remaja yang tampan. Dewi Gandari dan Maharaja Destarata sangat memberikan perhatian kepada Pangeran Sengkuni.
Di sebuah taman di dalam lingkungan istana, ada sebuah taman yang indah, terdapat kolam kolam kecil yang saling berhubungan. Berbagai jenis bangau dan angsa saling berenang menambah indahnya taman. Di atas dahan yang rindang terdengar kicau burung yang merdu. Terdapat dua orang duduk di pendopo sambil menikmati minuman dan jajan beragam. Dewi Gandari menyapa adiknya dengan ramah: “ Apa yang ingin engkau katakan adikku?”. Pangeran Sengkuni, melatkaan cawan dan menatap wajah kakaknya, kemudian ia berkata: “Sejak dulu aku ingin berbicara denganmu Kakak Dewi, aku terus tunda untuk mencari waktu yang tepat. Kini aku melihat engkau sangat bahagia, membuat hatiku berani untuk menyampaikan apa yang menjadi pikiranku. Pertama: mengapa engkau menyembunyikan kecantikanmu dibalik penutup mata itu Kakak Dewi?”
Dewi Gandari mendengar diakhir suara Pangeran Sengkuni, sebuah nada pertanda tidak senang. Lalu ia mencoba mengarahkan wajahnya ke wajah adiknya, dan berkata: “ Baiklah Pangeran, Adikku yang sangat aku sayangi. Bagiku setelah kehancuran Gandara aku tidak ingin lagi melihat dunia ini. Aku tidak ingin melihat binatang binatang indah yang memancarkan cahaya dalam bejana bening itu. Saat itu juga aku sudah menutup mataku pengeran. Ketika kemudian aku melihat Calon Maharaja juga buta dan akan menjadi suamiku, aku semakin yakin untuk menutup mataku. Aku ingin berbagi dengan suamiku atas derita yang ia rasakan. Namun aku merasakan aura negatif memancar dari sorot matamu yang tajam itu adikku. Katakanlah kepada kakakmu ini”. Lama jeda, hanya terdengar dentingan porselin diatas meja marmer dalam pendopo itu.
“Mengapa engkau diam pangeran?”
“Aku lagi merenung kakak dewi. Aku merasa menjadi seorang penghianat atas negeri Gandara yang melahirkanku, dimana tinggal seluruh kerabat kita. Disini di istana Hastinapura yang tiada tandingan megahnya di dunia, aku hidup senang dan mendapat kasih sayang semua orang, Pangeran Bhisma memandang aku sebagai putranya sendiri. Namun setiap detak jantungku terasa ada yang menusuk” engkau seorang penghianat”. Suara itu selalu mengiang di telingaku, entah siapa yang membisikannya.”. Pangeran Sengkuni diam. Dewi Gandari berdiri dan mendekati adiknya, lalu memegang kepala adiknya dengan kedua tangannya lalu meraba seluruh wajah Pangeran Sengkuni.
“Engkau kini telah menjadi pemuda sangat tampan pengeran. Apakah engkau mengira kakakmu ini juga sangat berbahagia? Tidak sampai hari ini, aku masih mengenang peristiwa yang kejam ini. Aku masih mendengar kata kata Pangeran Bhisma, yang gagah perkasa, akan melumat seluruh bangsa kita. Kini tinggal engkau dan kakakmu ini. Namun kemudian secara perlahan lahan aku menyadari kewajibanku sebagai seorang istri raja yang termasyur. Tanpa engkau sadari aku telah meminta raja untuk membangun kembali Kerajaan Gandaramu, milik kita. Dalam pikiranmu yang kalut, engkau seharusnya mencoba melihat sisi positif yang engkau telah terima dan juga kakakmu ini. Kita masih beruntung adikku. Renungkanlah itu”
“Kakak Dewi benar. Aku sangat beruntung, tidak banyak orang mendapat pengampunan sepertiku dari seorang yang sangat tinggi kedudukannya: Pangeran Bhisma. Meskipun ia tidak menyebutkan sebagai murid dan aku tidak mengangkat beliau sebagai guru, namun ia memberikan pelajaran yang sungguh hebat Kakak Dewi. Menurutmu apa yang harus aku lakukan?”.
Tanpa panjang lebar dan menunggu waktu, Dewi Gandari, berkata: “Adikku sebaiknya engkau melihat kembali kerajaan kita yang telah diperbaiki. Temuilah semua kerabat yang masih ada. Kuatkanlah semangatnya dan sampaikan salam kakak yang selalu mendoakan mereka. Katakan bahwa suatu saat kakak akan berada di tengah tengah mereka”.
Pangeran Sengkuni muda sujud dan menyentuk kaki kakaknya. Lalu mohon diri. Pangeran Sengkuni menuju Gandara diiringi beberapa orang parajuirt Hastinapura setelah mendapat izin dari pelindung Hastinapura Pengeran Bisma yang Agung. (berlanjut Bagian 2). Kendari 04022020.
Brand
Explore our sleek website template for seamless navigation.
Contact
Newsletter
info@email.com
Oo
© 2024. All rights reserved.